Pembuka Botol

Manusia adalah tubuh dan jiwa…

Maka dalam hal ini botol adalah tubuh, dan air adalah apa yang dikandung oleh tubuh tersebut…


Air sudah tertampung di dalam botol sebelum botol minuman dikemas dan didistribusikan.

Seperti itu pula Allah meniupkan ruh sebelum manusia dikeluarkan dari rahim ibunya.

Air sudah ada pada diri kita, tapi seperti layaknya minuman botol yang tak bisa dinikmati bila tutupnya belum dibuka, begitu pula manusia.

Tulisan ini bukan tulisan tentang cara membuka botol, namun lebih pada mencari pembuka botol itu sendiri.

Nyelip dimana? Tempat mana yang belum dicari?


Tulisan ini ditulis oleh seekor ayam yang (semoga) dari pantatnya keluar intan diantara kotorannya.

Sehingga sudah tidak penting lagi ayamnya, karena terlanjur silau oleh intannya. Karena intan tetaplah intan darimana pun datangnya.


Tulisan ini ditulis oleh ayam yang ingin belajar terbang…

Semenjak melihat rajawali jauh di atas kepalanya…


Tulisan ini diperuntukkan bagi sesama ayam yang ingin belajar terbang walaupun dikatakan tak mungkin.

Atau bagi rajawali yang terbang mengitar dengan segala pesonanya, tapi lupa caranya untuk mendarat.

Atau bagi burung phoenix yang berkenan membagi sedikit cahaya dari bulu apinya, pada seekor ayam yang pantatnya lecet karena intan.


Semoga Tulisan ini bisa bermanfaat…

atau setidaknya… semoga menyenangkan…

Tapi yang pasti…. semoga Allah berkenan…

Wasalam…

Ayam

Laman

Rabu, 27 Juli 2011

Adam Dan Hawa Di Dalam Diri

Bila ilmu adalah tentang diri dan untuk diri…
Apakah sebagian isi kitab untukku, sebagian untukmu? Dan sebagian lagi untuk dia atau kami atau mereka?
Ayat tentang manusia saleh untukku yang islam, dan kafir untuk yang beragama lain?
Ayat tentang adam untukku lelaki dan hawa untuk dia wanita?

Tentang lelaki yang bernafsu satu dan wanita yang bernafsu sembilan…

Di dalam masing-masing diri apapun kelaminnya… Allah adil dalam setiap ciptaannya…
Di dalam masing-masing diri, satu nafsu bagi wujud untuk hidup sebagai kodrat…dan delapan nafsu lainnya berdasar pada keinginan…

Demi malam kesepuluh setelah 9 malam sebelumnya...
Demi diri yang kesepuluh setelah mengenali 9 yang dimilikinya...
Kenali yang delapan tanpa terpengaruh olehnya, jalankan yang satu selayaknya binatang…

Seperti singa yang membunuh hanya karena sudah semestinya begitu,
Seperti ikan salmon yang melawan arus karena memang harus,
Laba-laba merajut jarring bukan karena terlalu rajin,
Beruang tidur pulas bukan karena malas…
Ulat makan terus bukan karena rakus, menjadi kupu-kupu justru karena lugu…

Kenali yang delapan dan jalankan yang satu…
Dimana delapan terlalu menarik untuk ditinggalkan…
Dan satu yang ke sembilan, kebenarannya terkadang seperti meragukan…

Tidak ada kebenaran absolut dari nafsu yang satu,
Kebenaran hanyalah “yang semestinya pada waktunya”…

Seorang lelaki yang banyak istri hanya karena diingini, bekerja demi mimpi-mimpi dan ambisi, dan bersantai karena malasnya bukan karena semestinya… Maka baginya diri hawanya sedang menampakkan diri…

Ironis sekali bila dalam kondisi itu, ia berkata pada istrinya…
Akulah khalifah bagimu, karena kamu memiliki 9 nafsu dan aku hanya satu…terimalah itu karena itulah kodratmu…

Dan kata kodrat pun dia salah mengerti…

Sabtu, 23 Juli 2011

Umat Islam Terbagi 73 Aliran?

Konon Nabi Muhammad berkata,
Di suatu masa, agama terbagi banyak aliran, yahudi sejumlah 71, nasrani 72, dan islam 73…
Dan dari masing-masing itu, hanya satu yang masuk surga…

Unik juga bahwa semua berkepala tujuh…
Sayang… Umat Islam melihat dari perbedaannya, sehingga claim “aku yang terbenar” saling dilontarkan…

Cari persamaannya maka makna hakikat didekati…
7&1… 7&2… 7&3…
Masing-masing konfigurasi 2 angka, dan hanya “satu”  dari angka itulah yang masuk surga.
Satu yang mana… adalah satu yang sama…

Lihatlah… kajilah… berlanglangbuanalah… kata AlQuran…
Sayangnya manusia buta dan tuli… kata AlQuran…
Mengapa manusia tidak berintrospeksi…

7 ayat yang diulang-ulang oleh alam tidak kunjung dipahami… bahkan setelah diulang kembali berupa 7 ayat Alfatihah dalam Alquran…

Unsur yang tujuh… metodologi pengenalan diri… hakikat tentang yang esa, tapi bukan ke-esa-an itu sendiri…

Ketiga agama memilikinya….yang mengamalkannyalah yang mengerti tentang hakikat agamanya…Dan pada akhirnya, hanya satu dari semuanya yang mengenal Tuhannya… apapun agamanya…

Tulislah dengan cara yang lainnya, hidayah tetap mengiringinya…
Tujuh puluh 1, tujuh puluh 2, tujuh puluh 3…
70-1… 70-2… 70-3…
7-7-7 adalah sama,  1-2-3 adalah beda
Sama dan beda, seperti atas dan bawah, surga neraka, yin dan yang…
Dualisme sifat dunia wujud…
Setiap yang dua memiliki tengah diantaranya… Cari tengahnya maka sebuah nol diantaranya…
Dan di angka nol timbangan menjadi selayaknya mizan... yang seimbang…

Minggu, 17 Juli 2011

Islam dahulu, Kemudian Mualaf, Kemudian Muslim

Manusia tidak sempurna pada wujudnya, menjadi sempurna karena nafas-Nya. Seorang islam sejak kecilnya, namun muslim ketika kesempurnaan disadarinya, apapun agamanya. Seorang islam menjadi mualaf ketika kesadaran dicapainya, menjadi muslim apapun bahasanya.

Islam secara lahir dan muslim secara batin. Lahir kembali pada tanah sesuai kodratnya, dan batin kembali pada-Nya sesuai haq-Nya. Nafas kesempurnaan-Nya yang kembali pada sumbernya.

Nafas-Nya... Nur-Nya... Roh-Nya... dan Roh adalah urusan Allah. Yang mana Quran pun tak kuasa menjelaskannya... Agama sebagai perahu yang berlayar pada-Nya, yang dilubangi lambungnya ketika pelabuhan dicapainya, sehingga keterlekatan cukup hanya bagi-Nya.

Dan Khidir melanjutkan perjalanannya, setelah samuda makrifat dilaluinya. Hingga mata hatinya terbuka, dan mizan menjadi nyata. Bibit dajjal yang tersamar dalam tabir kebaikan dibunuhnya, dan kebaikan yang terpendam jauh di bawah tanah dikenalinya... dirawatnya... hingga saatnya tiba...

Saat itu... hari besar itu... Khidir menunggu dan Allah pun menunggu... Hingga harta karun itu terangkat ke permukaan, dari bawah rumah yang bekas reruntuhan... Karena Allah Maha Sabar bagi mereka yang kembali pada-Nya.

.....
 

Tapi... apa yang mau dilubangi bila perahunya pun belum dibangun. Bila pun sudah, namun belum disempurnakan, dan bila pun sudah... alangkah bodohnya melubangi perahu sebelum sampai di pelabuhan yang dituju...

Rabu, 13 Juli 2011

Kebenaran Manusia Hanyalah Pembenaran Atas Pembawaannya



Aku ingin berguru padamu, anda orang yang luhur budi dan dalam ilmunya…kata seorang pencari…

Sang arif bicara… Naiklah perahuku, dengan begitu kamu menjadi muridku, tak mungkin kamu mendapat manfaat dariku bila kamu di perahumu dan aku di perahuku. Tinggalkan saja perahumu di situ, bakar saja bila perlu, karena begitu kamu menaiki perahuku, bukankah perahu itu tak kau butuhkan lagi? Tapi bila kau ragu, jangan dirusak, simpan saja di situ.

Guru yang aneh pikir si pencari. Tapi tekadnya sudah bulat, maka diikatlah perahunya di sebatang pohon dimana kelak dia akan ambil lagi… Dengan naiknya sang pencari ke dalam perahu sang arif, jadilah mereka murid dan guru…

Guru, perahumu indah sekali, sederhana memang, namun syair-sairmu yang berisi ilmu yang belum pernah kulihat sbelumnya terukir di setiap sudutnya…

Dan syair-syair itulah pelajaran pertamamu dariku… bacalah, tumpuklah terus ilmumu di atas ilmu-ilmu yang pernah kau bawa di wadah tumpukanmu… itu semua adalah pembawaanmu, dan kini bawaanmu akan bertambah penuh.

Setahun berlalu, dan sampailah mereka pada sebuah pulau… Turunlah duluan kata si guru, aku masih ada sedikit urusan… Dan memang benar tak berselang lama sang guru menyusul turun. Meninggalkan perahunya yang menyala terbakar di belakang punggungnya.

Guru! Perahumu terbakar!

Biarkan saja, memang aku yang membakarnya…

Tapi tanpa perahu itu, bagaimana aku akan kembali pada perahuku?

Bukankah pernah kubilang, perahumu belum tentu kau butuhkan lagi? Kamu memintaku menjadi gurumu, tapi pada saat yang sama kamu tidak percaya padaku… berhentilah mempertanyakan kebijaksanaanku, ambi saja manfaatku, dan hilangkan penolakanmu sekecil apapun itu…
Dulu aku pernah memintamu membakar perahumu, dan tak mungkin aku mengajarkan sesuatu yang aku sendiri tidak mengimaninya…

Perahumu adalah mediamu sebagai pencari untuk menemukanku, dan tahun lalu kau telah menemukan aku, sudah tak berarti perahumu selain wujudnya yang terlekat padanya. Kini kita sudah sampai di pulau ini, masih pentingkah perahuku tadi? Padahal tak ada sedikit pun niatku untuk berjalan mundur. Niatku adalah terus maju, dan kini di pasir inilah aku sedang berdiri.

Tapi guru, ilmumu banyak tertulis disitu…Sangat lebih berguna bila tak kau bakar dan kau biarkan orang yang berjodoh dengan perahumu untuk menuntut ilmumu yang langka itu.

Itu bukan ilmuku, itu ilmu Allah… aku hanya menyimpulkannya menurut bahasaku. Bahasaku adalah turunan dari seluk belukku, dan bagi mereka yang membacanya tanpa mengerti seluk belukku, hanya salah paham dan merasa tahu yang akan mereka dapatkan darinya. Sangat mungkin dia jadi sakti, namun bukankah kesaktian ibarat desa-desa dalam perjalanan ke istana. Aku tak mau mereka terjebak senag di desa dan berprilaku seperti pangeran di istana.

Dengan kesaktianku akan kupindahkan perahumu kesini dan apakah kamu akan merasa lebih lega…?

Terima kasih guru…

Dan ksekedip mata perahu sang murid sudah muncul disitiu…
Nah sekarang bakarlah! Sang guru bicara lagi…

Si murid bingung dan ragu…

Kau telah belajar banyak di perahuku yang terdahulu, kini pantai inilah perahuku, masih berminatkah kau menaikinya bersamaku? Syair di sini jauh lebih banyak daripada di dalam perahuku…
Tak mungkin aku di perahuku dan pikiranmu di perahumu bila kamu ingin belajar dariku…

Tak mungkin kau menggauli pikiranku bila kau terlekat dengan segala pikiranmu yang terdahulu… karena perahumu hanyalah mediamu, metodologimu… dan kini kau harus mengosongkan dirimu bagiku yang sedang berjalan di perahu baruku…

Sang murid akhirnya mengerti… dan mereka mulai berjalan, meninggalkan 2 bangkai kapal yang sedikit demi sedikit kembali kearah datangnya, menyatu ke dalam samudra…


*** Cerita ini terinspirasi oleh cerita nabi Khidir

Minggu, 10 Juli 2011

Mengapa Bukan Aku Yang Ditakdirkan Menjadi Nabi?

Seorang pembaca kitab yang sangat rajin pada suatu hari mengagumi seorang nabi…
Dia bergumam dalam hati…

Nabi Sulaiman seorang raja yang sakti sekali…
Dia mampu berkomunikasi dengan hewan dan para jin.
Tidak hanya itu… dia menaklukkan mereka…dan menjadi raja tidak hanya bagi manusia…

Oh dia sakti sekali…
Aku ingin sekali seperti dia…
Namun aku hanyalah manusia biasa…
Sedangkan dia dimuliakan karena dia seorang nabi…

Mendengar itu, malaikat yang kesal akhirnya turun ke bumi….
Hai manusia pembaca kitab suci…lihatlah dirimu sendiri…
Nabi sulaiman mampu berkomunikasi dengan seluruh alam…
Hanya karena dia tidak berbicara dengan mulutnya, melainkan dengan kupingnya…
Dia bertanya dengan matanya, dan menjawab dengan tangannya…

Coba singkirkan kitabmu, belum waktunya kau membacanya,
Inilah kitab yang cocok bagimu…yaa… baca ini saja…
Novel Sherlock Holmes… yaa... itu jauh lebih baik…
Mungkin akhirnya kau kan mengerti...
Dia mampu berkomunikasi dengan mayat, bahkan dengan seluruh ruangan di tempat kejadian…
Dia bertanya tidak dengan mulutnya, tapi melalui kaca pembesarnya, dan alam pun tak mampu berbohong padanya…
Dia menghargai alamnya karena dia sadar bahwa dia berhutang budi pada mereka…
Karena itulah dia menjaga bukti-bukti kasusnya dari orang-orang yang mungkin menggangunya. Dia mengangkat mereka dengan saputangannya, dan dengan plastic dia bungkus bukti satu persatu dengan extra hati-hati. Dia kemudian bercumbu dengan mereka di malam hari… sehingga jawaban muncul menjelang pagi…

Apa kamu tidak juga mengerti…?
Ingin sekali Allah mengangkatmu menjadi nabi, tapi indramu sungguh buta dan tuli…

Berkali-kali selokan di depan rumahmu berteriak padamu… tapi apa jawaban kamu?
Tetap saja kau buang puntung rokokmu disitu.
Mulut selokan yang berteriak itu kau bungkam dengan puntung-puntung itu… sehingga teriakannya lambat-laun menjadi bisikan, dan akhirnya hanya erangan kecil di sela-sela kesibukanmu…

Walau hanya mengerang, alam tidak pernah berhenti bicara, hanya ketidak pedulianmulah yang mengikis kepekaanmu…dan bebalmu mempertebal ketumpulanmu...
Kini, bisu dan tuli telah menjadi dirimu...

Dan lagi…
Bagaimana mungkin kamu ingin menjadi raja? Ketika para jin yang hanya berbisik kepadamu bukannya kau kuasai, malah kau ikuti dengan cara-caramu yang halal.
Karenanya...bagimana mungkin kamu menjadi raja bila kamu hidup sebagai seorang budak?

Dan kini, hanya karena kau berbeda derajat dengan sang nabi, kau mengclaim bahwa alasannya adalah karena ketentuannya sudah ditetapkan oleh Allah? Padahal Dialah yang maha adil...

Sudah sewajarnya saya turun ke bumi karena saya kesal sekali…
Kaulah yang memilih jalanmu… Allah hanya berlaku adil atas apapun itu…

Lupakanlah dongeng para nabi ketika esensi kau temui… karena di dalam dirimu dua bayi sedang kau susui…
Kelak satu akan menjadi dajjalmu, dan satu akan menjadi nabi terakhirmu… dan melalui mereka kamu akan menemukan dirimu…
Semoga yang kau temukan adalah penyadaran pada sumbermu, sehingga kau bisa kembali pada awalmu…
Karena satu hal yang sudah pasti,  tidak selamat mereka yang tidak kembali…

Kamis, 07 Juli 2011

Asma Ke-100

India mengenal banyak dewa, Islam mengenal Asmaul Husna
Dan Kresna dalam bagavad Gita…berlengan dan berwajah tak terhingga

Secara bahasa sungguh berbeda, tidakkah terlihatkah persamaannya?

Dalam Asma-Nya, satu nama yang rahasia,
yang keseratus pengimbang semua yang ada…
Nama yang ada adalah Dia yang bernama…
Nama yang tak ada, sungguh Dia yang tak bernama…

Semua dewa, semua lengan dan muka… semua nama menjadi sirna,
dalam bentuk yang tak berwujud, dalam nama yang tak terjangkau bahasa

Jangan mengclaim sudah mengenal-Nya, ketika masih mampu menyebut nama-Nya
Seperti al Hallaj yang merancu bicaranya…hanya karena berusaha menjelaskah-Nya

Hanya roh mengenal roh, dan hanya Allah mengenal Allah
Roh tak mampu diungkapkan bahasa, 
Karena bahasa adalah urusan manusia, sementara roh adalah urusan Allah
 
Karena roh adalah urusan "TENTANG" Allah…
Maka dalam ketiadaan bahasa, pengenalan roh adalah pengenalan Allah 

Senin, 04 Juli 2011

Gapai Dan Lepaskan... Itulah Kurban... Itulah Ikhlas...

Di suatu masa di sebuah kota, tinggal 2 orang kaya mengobrol asik sekali…

Si “A” bicara, kini aku sudah memiliki 3 rumah dan empat mobil, hehe…istriku pun sudah 3 dan saya berencana punya satu lagi…  
Dia bicara lagi… Saya lihat kerjamu keras sekali, tapi kok rumahmu hanya begini? Mobilmu hanya satu, tapi tampaknya kamu bahagia sekali…Oh saya tahu, mungkin harta kamu sedang terpakai sebagai modal dalam sebuah investasi, pasti nilai invest-nya tinggi sekali…

Yah begitulah, kata si kaya “B” yang terlihat miskin ini…
Ketika kamu beli semangka apa kamu mengharapkan buahnya atau kau mengharapkan rasa manisnya?

Tentu saja saya rasakan manisnya… Lagi pula, apa hubungannya?

Dan si “B” bicara lagi...
Yah begitulah… kau membeli semangganya untuk merasakan manisnya… sedangkan aku membeli rasanya tanpa perlu membeli buahnya…
Tentang ini nanti pun kamu mengerti…

Tentang hartaku… investasi hartaku bukan untuk harta yang kelak berbunga, bukan untuk benda yang kelak bisa kumiliki… Investasiku adalah pada rasaku…
Tentang ini pun nanti kamu mengerti…

Tentang kebahagiaanku, Aku bahagia karena yang kumiliki adalah yang kuinginkan, dan itu berarti bahwa aku telah mencapai puncak dari keinginanku…karena tidak ada yang kuinginkan yang tidak kumiliki.

Apa kamu belum juga mengerti?
Kau berusaha untuk memiliki sesuatu, sedangkan aku berusaha karena hanya usahalah yang aku miliki…

Walaupun hasil terus saja mendatangiku, segala hasil itu bukanlah tujuanku…
Ketika laba datang, aku setorkan pada yang berhak yaitu al Haq…
Dan karena perutku , anak istriku adalah hak-Nya juga, maka Dia jaga hak kepemilikan-Nya dari kekurangan laba…
Ketika kerugian menghampiri, aku bersyukur, karena beruntunglah aku… itu bukan milikku…
Dia-lah yang merugi, dan walau begitu Dia tetap menjaga kami dari kelebihan rugi…
Tahukah kamu, bahwa hanya seorang kayalah yang mampu menunjukkan kefakiran atas harta, yaitu kefakiran yang berusaha diceritakan pada kitab suci…

Kamu sudah lebih lama kaya daripada aku, tapi kemana saja kamu?
Kamu berputar-putar dalam sebuah pusaran yang kamu sebut kebahagiaan, namun “rasa” tetap berusaha kamu beli karena belum juga kau miliki… Cobalah pahami, karena perjalananmu sebenarnya hanya sedikit lagi…

Kau sudah berhasil kaya, padahal tak semua orang bisa kaya. Kau sudah berhasil mencapainya, sebenarnya kau sudah melewati soal pertama pada ujian-Nya,  kini soal kedua, agak sedikit rumit…

Selama ini, kamu pikir cobaan Allah adalah berupa musibah inflasi atau proyek merugi. Padahal cobaannya sedang kau jalani, yaitu kekayaan itu sendiri.

Kuberi tahu, keunggulanmu dari banyak orang yang tidak sepertimu…
Hanya seorang kaya yang bisa mengatakan uang bukan segalanya, karena hanya si kaya yang mampu bercumbu dengan harta. Dalam percumbuannya dia jadi mengenali, bahwa walau segala telah dibeli, harta ada batas pada kwalitas kebahagiaannya. Karena walau dia telah merasakan puncaknya,  tapi keinginan ternyata tak mengenal berhenti…karena pada tahap itu sesuatu yang dingini sudah pasti adalah sesuatu yang belum dimiliki…

Hanya si kaya yang mampu menjadi seorang fakir yang sempurna, yaitu ketika sebuah rasa akhirnya terasa.
Ketika bagi si kaya, harta bukan lagi yang ia cari, namun sesuatu yang lebih menghanyutkan hati…
Seperti melihat istri seorang karyawan yang ia tanggung biaya persalinannya akhirnya bisa melahirkan bayi…
Seperti melihat karyawan yang kini tidak lagi berjalan kaki…
Ketika melihat para tetangganya tertawa di malam idul fitri, di teras mesjid yang ia donasi…
Dan dia hadir di situ mendengarkan anaknya yang menderu bedug sambil tertawa sampai hari hampir pagi…

Kini kutanya lagi… bila yang aku inginkan adalah rasa manisnya, dan aku telah menemukan cara untuk mendapatkannya tanpa membeli buahnya… lalu mengapa aku harus tetap berusaha mendapatkan buahnya itu?

Makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang…
Berusahalah sebelum kemiskinan menguasaimu, dan berhentilah memperkaya dirimu sebelum kekayaan menguasaimu…
Tapi berusahalah terus karena hanya usahalah milikmu, kemiskinan dan kekayaan adalah dan hanyalah milik-Nya. Siapa yang berani berebut hak dengan Al Haq adalah manusia yang menyedihkan sekali.

………..

Dan di tempat lain, dua orang ilmuwan yang juga adalah agamawan sedang berbincang mirip sekali… tidak tentang kekayaan… namun tentang pikiran…

ilmuwan B (yang juga adalah agamawan) bicara pada ilmuwan A (yang juga adalah agamawan),
Bahwa hanya orang yang menggauli pikiran yang yang mampu menggapai puncak pikiran, sehingga mampu mengenali karakter pikiran itu sendiri…dan akhirnya mampu mengenali keterbatasan kwalitas pikiran yang seterbatas kodrat manusia itu sendiri.
Hanya manusia berpikir yang mampu mengembalikan pikiran pada Yang Maha Memiliki Pikiran…

Makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang…
Berusahalah sebelum kebodohan menguasaimu, dan setelah kepandaian kau capai… berhentilah merasa pintar sebelum pikiranmu sendiri menguasaimu…tapi berusahalah terus karena usahalah satu-satunya yang menjadi hakmu.

Minggu, 03 Juli 2011

Demi Malam Yang Ke-10

Lautan celah daratan…
Malam celah siang…
Hening celah pikiran…

Lubang celah antara daging…
9 lubang di tubuh manusia,
Mata hidung telinga masing-masing dua,
Mulut , anus, kemaluan, 9 lubang totalnya…

Tanpa lubang mana mungkin ada kehidupan,
Tanpa celah mana mungkin ada kesadaran.

9 lubang, seperti 9 celah, seperti 9 malam
Dan demi fajar, demi malam yang kesepuluh…
Ternyata pori-pori memenuhi kulit tubuh…
Di celah ke-10 kekosongan menjadi utuh…

Pelajari 1-nya, 2-nya, 3-nya,
Pelajari 7-nya, juga 9-nya,
Akhirnya tak penting lagi angkanya…
Lupakan semua setelah pemahaman tiba,
Dan kekosongan akan Dia isi sepenuhnya…