Pembuka Botol

Manusia adalah tubuh dan jiwa…

Maka dalam hal ini botol adalah tubuh, dan air adalah apa yang dikandung oleh tubuh tersebut…


Air sudah tertampung di dalam botol sebelum botol minuman dikemas dan didistribusikan.

Seperti itu pula Allah meniupkan ruh sebelum manusia dikeluarkan dari rahim ibunya.

Air sudah ada pada diri kita, tapi seperti layaknya minuman botol yang tak bisa dinikmati bila tutupnya belum dibuka, begitu pula manusia.

Tulisan ini bukan tulisan tentang cara membuka botol, namun lebih pada mencari pembuka botol itu sendiri.

Nyelip dimana? Tempat mana yang belum dicari?


Tulisan ini ditulis oleh seekor ayam yang (semoga) dari pantatnya keluar intan diantara kotorannya.

Sehingga sudah tidak penting lagi ayamnya, karena terlanjur silau oleh intannya. Karena intan tetaplah intan darimana pun datangnya.


Tulisan ini ditulis oleh ayam yang ingin belajar terbang…

Semenjak melihat rajawali jauh di atas kepalanya…


Tulisan ini diperuntukkan bagi sesama ayam yang ingin belajar terbang walaupun dikatakan tak mungkin.

Atau bagi rajawali yang terbang mengitar dengan segala pesonanya, tapi lupa caranya untuk mendarat.

Atau bagi burung phoenix yang berkenan membagi sedikit cahaya dari bulu apinya, pada seekor ayam yang pantatnya lecet karena intan.


Semoga Tulisan ini bisa bermanfaat…

atau setidaknya… semoga menyenangkan…

Tapi yang pasti…. semoga Allah berkenan…

Wasalam…

Ayam

Laman

Senin, 27 Juni 2011

Celah Antar Pikiran Letaknya Kesadaran

Nabi Yusuf Bercerita tentang mimpinya…
Bintang, matahari dan bulan bersujud padanya…
Dan apakah tidak membuat kita bertanya,
Dalam wujud apa dia dalam mimpinya ?

Benda langit bersujud padanya …
Dia berkuasa atas mereka…
Dia menggenggam mereka…
Dia meliputi mereka…

Bila dia bukan mereka para benda langit…
Apakah unsur semesta yang bukan mereka namun menggenggam mereka…

Manusia adalah dari tanah, maka sebagai bumikah dia?
tapi wajar sajalah…  bumi tak menguasai benda langit yang lainnya…

Satu unsur  yang luput dari perhatian kita…
Kekosongan yang sering luput di keseharian kita…

Dia mewujud sebagai ruang hampa,
Yang bukan mereka tapi meliputi mereka…
yang memberi jarak bagi semua benda langit,  
namun juga menyatukan mereka…

Nabi Yusuf sebagai celah antar benda langit
Nabi Khidir sebagai penghuni lautan, celah antar daratan
Nabi Muhamad, dan malam Lailatul Qadarnya…

Manusia menghuni planet, menghuni daratan,
Terjaga di siangnya, namun mengabaikan malamnya…
Padahal malam, celah antara siangnya…

Manusia menghuni pikirannya…
Namun  rahasia terselip dicelah-celah antaranya …

Untuk mencari hakikat dari rahasianya…
Nabi Musa tersesat puluhan tahun
sebelum bertemu dengan janji Allah pada-Nya…

Tanah terjanji bagi yahudi…
Kerajaan bagi nasrani…
Hari yang dijanjikan bagi para muslim…

Suatu kerajaan di suatu lahan di suatu masa...
Janji Allah adalah sebuah hakikat yang tunggal…
Namun  tanpa kekosongan, pusaran pemberwujudan  menutupi jawaban

Sabtu, 25 Juni 2011

Yakinkah, Bahwa Allahlah Tuhanmu?


Tuhan adalah suatu dzat yang ketika seseorang menginali-Nya,
Dia takkan mampu melepaskan diri dari-Nya…

Ketika seseorang memiliki dua tangan, dua kaki, dan pantat hanya sepasang,
dan dia memiliki dua motor, dan dia tak bisa berlepas diri darinya…
Maka disadari atau tidak, motor yang pertama adalah kebutuhannya,
dan motor kedua adalah tuhannya…

Ketika seseorang memiliki agama dan keagungannya dihina,
sementara hinaan tersebut tidak menggores sedikitpun kulit dan dagingnya…
dan dia berperang dan membunuh karenanya…
Maka disadari atau tidak, agamanya telah menjelma menjadi tuhannya…

Ketika Rabiah, sufi wanita dari timur tengah bertanya…
Bila tidak ada surga , apakah kamu tetap akan beramal ibadah demi-Nya?
Bila tidak ada neraka, apakah kamu tetap akan menghindari larangan-Nya?
Apa kita bisa menangkap intinya?

Motor tertahan oleh kebanggaan sang diri ego...
Hinaan menggores kulit dari harga diri sang ego.
 
Manusia menjadikan surga sebagai tujuannya,
karena kepuasan nafsu abadi di dalamnya…
Dan ego berjuang keras menggapainya…

Maka sadarilah …Ego sudah menjelama menjadi tuhan semesta alamnya.
Dan alamnya hanya sesempit ego nya sendiri...

Keimanan dan pemahaman memang bertingkat-tingkat,
Pemahaman adalah sumber dari prasangka…
Dan Allah mewujud berdasarkan prasangka hambanya…

Tapi toh Dia begitu sabar…
Dia tak keberatan  menjelma dalam hinanya wujud motor…
Dia tak bangga ketika mewujud sebagai agama…
Dia ridha ketika menjelma sebagai surga…

Tapi Dia hanyalah Dia betapapun Dia adalah segalanya…


Jumat, 24 Juni 2011

Memahami adalah Pelepasan atas Resistensi

Tubuh bertuhankan pikiran
Pikiran bertuhankan jiwa
Jiwa bertuhankan roh suci

Dan Allah hadir dalam ketiganya
Namun… hanya mewujud berdasarkan prasangka hambanya

Tubuh dan pikiran adalah seperti raja dan perdana mentrinya
Berkuasa… namun tak berarti bila tanpa pasangannya
Pikiran adalah tuhan keterjebakan,
karena miliknyalah dualisme tentang kebenaran…
Tuhan pikiran senang sekali berganti muka dan juga nama
Senang menuhankan diri sendiri dengan perwujudan tuhan dunia

Ketika pikiran bertemu jiwa... sang atasannya...
dia mengalah tapi tidak mengaku kalah…
dia mundur dan mengatur strategi, dengan sisa pasukannya yang masih dimiliki…

Jiwa, menjembatani pikiran pada sang roh suci…
Tapi jiwa sendiri banyak pusarannya, banyak keterjebakannya…
Karena penuh oleh kebahagiaan…
Maka roh suci pun terhalang...
oleh bidadari yang membatasi sudut pandang...
 
Ketika bidadari akhirnya tersingkir… Roh suci menampakkan diri…

Tentang roh ataupun tentang Allah...
Tak ada guru yang mampu mengajarkan tentang-Nya
Bahkan nabi pun tak mampu, karena itulah Allah berkata:
Tentang hidayah… itu bukan urusanmu… itu total otoriatas-Ku

Maka tentang roh, Quran pun tak banyak cerita …
Tak ada yang bisa dituliskan, karena tulisan adalah turunan bahasa,
Bahasa adalah turunan budaya... dan budaya adalah turunan dari pikiran iru sendiri...
Tuhan bawah tidak kompeten menjelaskan tentang-Nya...

Tulisan tidak berkemampuan... bahkan tulisan di dalam AlQuran

Tidak percaya???
Tuliskanlah manisnya rasa semangka…  pastinya tidak bisa…
Hanya pendekatan dari rasa manis buah yang lainnya…
 
Tentang Allah atau tentang roh???
Sudahlan… makan saja semangkanya.. dan rasakan sirr-nya…


Ar Rahman 56 : "Di Surga ada bidadari yang membatasi pandangan..."


*****


Mushashi Miamoto,
Ilmu pedang tanpa pedang adalah ilmu pamungkasnya
Sungguh aneh, tapi begitulah sang ahli bicara…

Budha mengungkapkan…
Aku tertinggi adalah dalam ketiadaan aku…
Sungguh aneh, tapi begitulah sang ahli bicara…

Siapakah kita tuk beresistensi? Apalagi bila belum mengalami…
Tapi tak kuasa atas pikirannya sendiri, penolakan pun sering terjadi…

Setidaknya ada satu orang yang para muslim berusaha pahami,
Seorang nabi dari Arab Saudi…
Ketika dia mengungkapkan sebuah ketiadaan di depan sebuah keberadaan…

Tuhan illah adalah Tuhan yang ada…
Namun unik juga… bahwa dia berkata…

Laillahailallah…
Tiada Tuhan selain Tuhan yang ada…


*****

 
Sidharta gautama bicara tentang derajat kebudhaannya,
Kresna bicara tentang kemutlakannya,
Yesus bicara tentang Bapak di dalam dirinya…
Dan kita para muslim mencemoohnya…

Manusia adalah tubuh jiwa dan roh…
Sementara roh adalah urusan Allah…

Tubuh putra, jiwa roh kudus, dan Allah sang Bapa
Tubuh Muhammad, Jiwa Ahmad, dan Ahad Sang Esa…

Dan Al Hallaj berkata “Ana al Haq”…
Maka dia dihukum mati… yaitu mati perlahan…
dengan siksaan demi kepuasan…  sebelum akhirnya dipancung…
Oleh sebuah legalitas berlabelkan Tuhan…

Tidak ada dua hati dalam satu tubuh,
Tidak ada dua jiwa dalam satu hati,
Tidak ada dua roh dalam satu jiwa…
Dan begitulah adanya…

Semua ini tak perlu dibenarkan…
Yang penting adalah jangan ada penolakan…
Memahaminya bukanlah membenarkannya…
Karena kebenaran hanya datang dari diri, dan manfaatnya hanya bagi diri…

Memahami adalah mengosongkan diri dari prasangka
Prasangka adalah hasil dari resistensi,
dan resistensi muncul dari pembenaran diri…
Pikiran, Resistensi, diri ego…banyak kata dengan satu makna…
Terlekat padanya, maka diri sejati hanya diam menanti…
 
Al Ahzab 4: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya…”
An Naml 92: “… Barang siapa mendapat petunjuk, maka sesungguhnya dia mendapat petunjuk untuk “diri”-nya…”

Kamis, 23 Juni 2011

Bawalah Kitab Sejenis Bila Kau Mampu

Budha bicara tentang ketiadaan sang aku, karena sang aku memang begitu rancu
Ilmu pengetahuan bicara, setiap detiknya pikaran manusia ada 60ribu
Seolah-olah dalam satu jam, seluruh manusia dari seluruh dunia terkumpul
tambah satu jam lagi, maka para jin pun hadir di situ

Banyak suara dalam satu kepala, suara siapa sajakah itu?
Bila itu semua adalah suaraku, maka siapakah sebenarnya aku ?

Bila kamu orang yang benar, maka bawalah kitab yang sejenis bila kau mampu
namun niscaya takkan mampu,
bila kau kumpulkan seluruh manusia dan jin yang bicara dengan suara gaduh

Terlalu banyak suara,
Suara sejatimu tak kau kenali,
bagaimana mungkin kau kenali dirimu

Tapi bila kamu orang yang benar, yang telah menemukan hakekat dirimu,
yang tak lain adalah nafas-Nya yang tertiup dalam usia janinmu

Maka redamlah  semua suara palsu,
dan nafasnya akan mewujud sebagai wahyu
Dan bawalah kitab sejenis bila kau mampu...



Rabu, 22 Juni 2011

7 makamat dalam mengenali-Nya


Kapankah hamdalah disebutkan?
Jujurlah… yaitu sebagai syukur setelah suatu pencapaian… di akhir sebuah pencapaian...

Memang ada 2 pendapat tentang ayat pertama dari Alfatihah,  tapi bila bismilah bukanlah ayat pertamanya,  maka hamdalah menjadi awalnya…

Itulah sebuah awal dan sebuah akhir yang tersatukan…Dimana Allah adalah yang maha keduanya…

Bila memang begitu, dengan diawali bismilah, maka  tak masalah membaca Al-Fatihah dari muka atau dari akhirnya
Karena bagi-Nya tak ada bedanya, dan awal Hamdalah adalah petunjuknya…Dan bagi kita, pengungkapan sebuah rahasia…

  1. 7) -  Aku insyaf, maka dari detik ini, jauhkanlah aku dari pilihan-pilihan yang dzalim.
  2. 6) - Seperti para shaleh, keinginanku tidak lagi pada dunia, walaupun belum sepenuhnya  aku mengerti, aku ingin seperti mereka.
  3. 5) - Telah kusadari kesalahan persepsiku dalam memaknai jalan, maka tunjukkan padaku jalan yang sebenarnya.
  4. 4) - Kuterima syarat-Mu, bahwa dalam menempuh jalan ini, pilihanku akan sangat menyesatkanku, karena pilihanku hanyalah dari pikiranku yang sungguh terbatas, maka segala pilihan kuserahkan kepada-Mu, ku berserah diri sepenuhnya, maka pekakan diriku atas petunjuk dan pilihan-Mu untukku.
  5. 3) – Kututup pikiranku atas segala keinginanku sehingga aku seperti pertapa yang mati nafsunya, kuterima kematian kodratku dari-Mu, penguasa hari akhir duniaku, nafsuku mati seperti tidurnya tubuhku dan pikiranku
  6. 2) – Dalam tidurku atau matiku, Kau hidupkan roh yang kau tanamkan dalam diriku pada usia empat bulanku dalam kandungan ibuku. Kau sempurnakan kesadaranku dan kurasakan sepenuhnya cinta-Mu.
  7. 1) – Kini ku mencapai diri-Mu, dimana sebenarnya tak pernah sedetik pun kau pernah lepas dariku. Engkaulah awal dan akhirku, dan kini kau bukan keduanya  tapi malah semuanya. Aku milik-Mu dan Engkau milikku, tidak pula keduanya, namun malah semuanya.

Pahamilah tanpa resistensi, dan lupakanlah…
Tidak perlu hapalan untuk mengalami-Nya, karena Dia memang sudah ada di dalam diri sejak dahulu, hanya terkadang pikiran kita sebagai manusia sempurna justru menjadi tabir atas kesempurnaan itu sendiri.
Terlalu percaya akan persepsi, sehingga hati nurani yang merupakan nafas-Nya di dalam diri sering kali terdistorsi.

Minggu, 19 Juni 2011

Kenali Tidurmu, Dan Kenalilah Dia Yang Maha Terjaga...

Kenali dirimu maka kau mengenal-Nya…
Sebuah ironi…. ketika tidur sendiri tak disadari…
Padahal tidurmu adalah sebagian dari dirimu…

Demi malam…
Dimana semua rahasia dibuka…
Demi malam pula…
kegelapan menjadikannya tetap rahasia… Bagi ketidaksadaran manusia

Demi malam…
Keadilan-Nya diperlihatkan…
Bahkan bagi yang tak sadar tentang makna atas tidurnya

Demi malam yang menyelimuti…
Demi kegelapan yang menghalangi...
bahkan dinding sejarak sejengkal…

Dalam kegelapan manusia meraba-raba,
tak sempat berpikir… focus hanya pada yang terasa…
Dan di kondisi “kini” dia berada…

Dalam malam rahasia tergauli, karena indra terpaksa tak berfungsi…
Dalam kedalaman dzikir, pikiran tersingkir…
Dalam keterlelapan badan, justru jiwa terjaga…
Dan dinding tabir akhirnya teraba …
Dinding yang bukan sejengkal… bahkan sedekat urat leher manusia…

Demi malam, jeda antara siang…
Demi lautan, jeda antar daratan…
Dan seperti nabi Khidir yang tinggal disana...
Lautan adalah samudra makrifat-Nya...

Malam adalah brankas rahasia atas ilmu-Nya...
Mengenali tidur mengubah mimpi menjadi wahyu...
Kenali tidurmu... dan kunci brankas jadi milikmu...


Al-Kahf 18: "Dan engkau mengira bahwa mereka tidak tidur, padahal mereka tidur..."
Al-Anfal 11: "...Allah membuat kamu ngantuk untuk memberikan ketentraman dari-Nya..."

Jumat, 17 Juni 2011

Hakikat Adalah Satu, Bahkan Bagi Yang Berkebalikan

Di depan nisan kedua orang tuanya seorang pemuda berdoa...
Ya Allah, berikan aku petunjuk dari kesedihanku ini...
Tunjukkan padaku jalan yang lurus...

Dan permintaannya Allah kabulkan...

Terbentang di depannya sebuah jalan
lurus sejauh mata memandang...

Mata memang  sangat terbatas kemampuannya...
Hanya matahari terbenam di ujung jalannya...

Sebuah suara bergumam...
Di ujung jalan ini ada sebuah kota 
Itulah tempat terbenamnya matahari...
Di situlah akan kamu temui sebuah tanda...
Tanda itu akan membawamu kepada-Ku...

Dihadapan-Ku kau bisa meminta segalanya...
bahkan kehidupan kembali bagi yang sempat mati...

Jalan itu dia tempuh... bertahun-tahun dia jalani...
di atas lautan jalan itu seperti jembatan... di daratan kota-kota dia lalui,
tapi matahari tidak juga memperlambat laju geraknya

Tahun-tahun berlalu dan usia tinggal yang tersisa...
Suatu hari dia berhenti... sebuah tanda dia temui...

Ya Allah, dia berkata...
Ilmu-Mu begitu mulia... 
Inilah kesederhanaan yang kedalamannya tak mungkin kujangkau,
bila ilmu ini Kau turunkan padaku secara lisan,
bahkan bila berupa kitab yang Kau khususkan bagiku...

Kini ku tahu,matahari bukanlah yang kucari... 
itu hanya alat bantu, sebuah metodologi... 

Hari ini aku tertegun, setelah berjalan bertahun-tahun... 
bahwa aku bisa berhenti sejak kapanpun kumau...
bila saja yang ku lihat bukan hanya ujung depannya...
dimana matahari senantiasa tenggelam...
bila saja, kusempatkan diri tuk berbalik... 
mungkin akan kulihat ujung belakangnya...
bahwa matahari terbit di jalan yang sama...

Dan setiap hari aku pernah berada di antaranya...

Di depan nisan ini kau nyatakan keindahan...
bahwa kematian adalah kelahiran...
kesedihan adalah kebahagiaan...
terbit adalah tenggelam...
sumber adalah tujuan...
bahwa jalan yang lurus adalah jalan yang melingkar...

Tahun-tahun telah berlalu...
dan kini aku tahu, bahwa benarlah isi kitabmu ...
tentang seorang soleh yang berjalan ke barat...
tentang  kepemilikan-Mu atas timur dan barat...
tentang matahari yang terbit di barat... di hari kiamat

Bukan nisan ini gerbang menuju diri-Mu...
tapi diriku sendiri yang berdiri di depan nisan ini 
yang Kau jadikan rahasia bagi semua manusia...
bahwa di dalam diri kau bersemayam...
di tempat menyatunya timur dan barat...
inilah titik itu... lebih dekat dari urat leherku

dan dari sini saya kembali berjalan...
namun kini berjalan di dalam diam...
Telah kutemukan kelahiran dari diri yang sempat mati...

Jumat, 10 Juni 2011

Hakikat Adalah Ketunggalan Yang Nyata

Satu hal yang membedakan antara manusia biasa dan para suci
Bagi manusia pada umumnya, pemaknaan adalah pemberbedaan
Bagi para suci, tak lain adalah pemusatan…

Bagi manusia pada umumnya,
Bahkan kata ridha, ikhlas dan pasrah memiliki arti berbeda,
Bagi para suci, bahkan hakikat dzikir dan hakikat sebuah batu adalah  sama…

Dzikir adalah ingat
Ingat pada Allah adalah ingat pada hakikat diri
Karena yang mengenal dirinya adalah yang mengenal Allah

Ingat diri adalah sadar diri

Batu sadar tentang diamnya
karenanya tidak berkeinginan untuk meminta kaki ataupun tangan
dia tidak meminta mulut untuk bicara
atau otak untuk berpikir

Manusia yang berpikir lupa akan diri asalnya
semenjak Adam diajarkan tentang perbendaharaan bahasa.
Semua didefinisikan dalam pemberbedaan arti…
Dan hakekat kian jauh dari makna asalnya…

Bila hakekat adalah satu dan terkumpul pada yang maha hakekat,
Apakah ada bedanya antara seekor unta dengan sebuah biji kurma?

Mintalah terbuka mata ketiga, maka segalanya akan nyata
Bahwa pemberbedaan adalah maya,
yang dibawa oleh pohon pengetahuan.
Yang pohonnya tumbuh dari tanah surga jahanam…

Dan buah khuldi adalah ego itu sendiri.

Selasa, 07 Juni 2011

Tujuh ayat yang berulang-ulang

Allah menciptakan dunia dalam enam hari dan di hari sabat dia beristirahat…
Allah menciptakan bumi dalam empat masa, langit dalam dua,
dan di arasy Dia bersemayam …

Dan dimanakan arasy?
Di unsur ketujuh dia berada, lebih dekat daripada urat leher kita…

Maka kenalilah dirimu maka kau berkenalan dengan-Nya…
Carilah unsur ketujuh dengan mempelajari enam yang sudah ada…

Bumi adalah materi, dan tubuh manusia sendiri…
Bumi dengan empat unsurnya, tanah air, udara dan api
Bumi dengan empat arah mata anginnya, timur dan barat dan 2 kutubnya…

Langit yang tak teraba…
Atas dan bawah, benar dan salah,
malaikat dan setan…surga dan neraka

Bumi sebagai hamparan… seperti kain bersudut empat
Tambah satu titik di atas dan satu di bawah, seperti geometri belah ketupat…

Garis-garis maya menghubungkan keenam titik …
Menciptakan titik ketujuh dalam persinggungannya…
Diantaranya, tapi mencakup semuanya…

Dan garis maya itulah energy hidup…
Yang muncul ketika mengenali diri yang enam… dengan tanpa prasangka…

Di Arasy Dia bersemayam di suatu sabat, di titik ketujuh…



*****


Cahaya adalah kemurnian, karenanya Dialah An Nur…
Allah turun ke dunia melalui sebuah prisma
Dan menjelmalah Dia sebagai tujuh warna…

Tapi spectrum warna hanya mengenal enam,
Tiga yang primer, dan tiga lagi yang sekunder…
Sedangkan yang ketujuh adalah  keganjilan-Nya
Ada enam spectrum warna, dan yang ketujuh adalah titik balik siklusnya…

Apakah sebuah merah dapat kembali pada kehakikiannya?
Apakah sebuah biru atau kuning bisa mencapai kesempurnaan dirinya?
Bila jelas-jelas  yang sejati adalah cahaya, dan bukan warnanya?

Sebuah merah yang bangga dengan kemerahannya takkan pernah mencapai cahaya
Sebuah merah harus terlebih dahulu meniadakan 6/7dari dirinya
Karena hanya dengan begitu potensinya ada…
Ada kekosongan yang cukup bagi 1/7 dari enam warna yang lainnya
Untuk menjadikannya kembali pada biangnya…

Membunuh 6/7 dari diri duniawinya..
Seperti meminta mati sebelum kematian mendatanginya…


*****

Minggu, 05 Juni 2011

Tak Ada Kata 'tuk Menjelaskan Yang Tak Terpersepsi



Ridha dan ikhlas adalah ketika manusia menempatkan diri pada kekinian, bukan kemarin bukan besok, bukan tadi dan bukan nanti.
Kemarin adalah penyesalan atau kebanggaan, sedangkan besok adalah harapan atau kegelisahan.
Meniadakan makna tentang kemarin atau besok sama dengan memaknai sepenuhnya tentang kini.

Memberi makna pada kemarin atau besok adalah seperti berdiri di atas sungai di antara dua tebing, satu kaki di tebing kiri dan satu di yang kanan,
tebing kanan berisi cairan emas yang panas membara, tebing kiri berhunikan bidadari yang suka mengkebiri,
yang kanan membakar, dan yang kiri mengkebiri, tapi keduanya sungguh menggoda.

Entah mengapa manusia sering kali berpihak pada satu diantara yang dua… dan pilihan sungai luput dari daftar menu.
Jatuhlah ke dalam sungai dan rasakan kemana dia membawa…
Karena sebenarnya di situlah kita sedang berada.

Memberi makna pada kemarin atau besok melemahkan pemaknaan terhadap kini.

Kekinian adalah tengah, seperti mizan atau bahkan arasy, yang tidak di langit, tidak pula di bumi.
Diantaranya, tapi meliputi keduanya.

Seperti mikrokosmos yang meliputi makrokosmos, karena didalam setiap manusia adalah jagat raya semesta.

Ketika makna semu tentang kemarin atau besok terabaikan, maka saat itu pula terjadi ridha dan ikhlas,
Semua jadi berarti apapun kondisinya, baik menurut pikiran orang lain maupun diri sendiri.
Karena penilaian adalah parameter, dan tanpa paramter maka segalanya telah tercapai.

Dan itulah kebahagiaan yang hakiki… rasa syukur yang sejati.


*****

Muncul kesalah pahaman ketika manusia memahami peniadaan makna kemarin dan besok,
Karena sesungguhnya, sesuatu yang tiada tak mungkin ditiadakan.

Maka adalah kodrat bagi manusia untuk berlanglang buana,
menempuh lelucon masa, masa ruang dan masa waktu…
Memenuhi pemaknaan kemarin atau besok,
Sebelum akhirnya mampu mencapai kesadaran tentang tengahnya…
Bahwa di “kini”-lah kita sedang berdiri.

Selalu ada tengah di antara yang dua, dan itulah yang ketiga.
Saat 1-2-3 menjadi jelas… saat itulah ayat Allah diaplikasikan, yaitu “berhentilah mengatakan tiga!”
Karena pada hakekatnya, kehakikian adalah ketunggalan yang nyata…

Seperti yang ingin disampaikan oleh Yesus, bahwa trinitas adalah tunggal…
Seperti yang ingin disampaikan oleh Rasulullah bahwa  sepertiga Al Quran adalah Al Ikhlas
Dan dengan tiga kali membacanya, maka Alquran menjadi utuh…
Maka “berhentilah mengatakan tiga” Allah berkata,
Ada sebuah ganjil diantara yang genap, dan keganjilan adalah kesukaan-Nya…
Ada nol diantara plus dan minus… disitulah tempat perkenalan dengan-Nya…

Temukan kesalahan dari kebenaran, temukan kebenaran dari kesalahan…
Hanya dengan begitu maka tidak ada prasangka…
yang ada hanyalah kondisi dohir… dan jiwa tidak bergeming…

Dan itulah kebahagiaan yang hakiki… rasa syukur yang sejati.


*****

Pasrah banyak tersalahartikan sehingga terdengar menyedihkan…
Memang pasrah adalah tunduk pada kuasa-Nya,
Sayangnya kuasa-Nya pun banyak tersalah artikan…

Kunci pasrah adalah mengenali diri
Dimana diri adalah kesempurnaan yang terkungkung dalam keterbatasan kodrat
Kesempurnaan adalah hak dan kodrat adalah kewajiban

Allah adalah Al Haq
Yang tak berawal dan tak berakhir
Yang Maha Awal dan Maha Akhir…

Kodrat adalah keterperdayaan dualisme…
Keterjebakan persepsi… tentang awal dan akhir…
Dan demi masa, manusia berada di dalam kerugiannya…

Pasrah adalah sadar akan kodrat, bahwa itu hanyalah kewajiban,
Sementara haq… Haq ada di dimensi lain dari kehidupan.
Tubuh kodrat bisa mati, namun tubuh hak adalah abadi…
Pasrah adalah menerima mati kodrat… karena itu hanyalah tipu daya Al Haq

Pasrah bermakna, bahwa bahkan ketika kematian datang… terimalah…
Namun ketika Al Haq belum menganugrahkannya,
berkeringatlah, bekerja dan berusahalah…
Karena dibanding kematian… itu tidak seberapa…

Ketika keterbatasan kodrat membatasi…
Berkeringat, bekerja, berusahalah… namun di dalam diam
Karena di dalam diam ilmu tertinggi bersemayam…


*****


Sheng Ren dari Cina berkata, selama Tuhan bisa diungkapkan, itu bukanlah Tuhan
Oh, saya mengerti… sekarang saya mengerti…
Tuhan itu… anu… anu dan anu…
Dan Brahmana dari India  berkata… neti… neti… bukan itu.. bukan itu…
Kemudian Nabi dari Arab berkata, “tiada” Tuhan selain Allah…
Oh saya mengerti… sekarang saya mengerti…
jadi Tuhan itu Allah…
Dan mereka pun berkata… kamu susah sekali mengerti…
Allah yang bisa dijelaskan bukanlah Allah…
Bukan ini… Bukan itu…
Bukan pula Allah yang kamu ungkapkan dengan cara kamu mengungkapkannya…

Tiadakan yang kamu ungkapkan sebagai Allah!
Dan kamu akan berjabat tangan dengan-Nya…
Namun setelah itu… tetap kamu tak mampu menjelaskannya…


*****

Mengapa tercipta syair atau puisi?
Penyair ingin menyampaikan apa-apa yang tak mampu dijelaskan…
Juga apa yang tak bisa dimengerti…

Penyair hanya mampu  menerangkan kekosongan sebuah gelas dengan menerangkan setengahnya yang terisi…
Penyair hanya mampu menyampaikan kekosongan sebuah ruang dengan menceritakan dinding-dindingnya yang membatasi…
Seperti istana di surga… adalah kekosongan yang mulia…

Bila di-prosa-kan,
Manusia akan merasa mengerti apa yang belum terbekali…
Sehingga  tentang ini dan tentang itu… Manusia berpersepsi…
Berdasar pembawaannya… sebatas masa hidupnya… yang segitu-gitunya…

Di-puisi-kan…
Manusia akan terbekali tentang getar sebuah rasa…
Tentang kebenaran dan keragu-raguan…
Pengetahuan dan ketidaktahuan pada titik yang sama.

Keyakinan dan keraguan
Kebenaran dan kesalahan
Menanjak dan menurun…
Satu jalan miring yang sama,
tergantung kemana menghadap, kemana membelakangi…
Sadar akan titik berdiri, tak ada kemiringan sama sekali…
karena titik tak berarah… hanya hadir bagi dirinya sendiri,
sebagai pusat, sebagai sumber sekaligus tujuan.

Ini sama sekali bukan syair atau puisi…
Hanya tulisan kosong… tentang kosong itu sendiri.



*****


Manusia hidup di daratan, sementara nabi Khidir hidup di lautan…
Apakah ini tidak memancing kesadaran?
Kesadaran terletak di celah-celah antara pulau satu dan yang lainnya,
Kesadaran terletak di celah antara pikiran satu dan pikiran yang lainnya.

Manusia hidup di hamparan pulau-pulau,
dan pantai menjadi tabir atas lautan yang mengelilinginya,
Galaksi ditandai dengan planet dan bintang-bintang yang mengisinya,
sementara yang diisi adalah kehampaan itu sendiri…
Manusia berdasar pada pikiran atas pembawaannya,
padahal kesadaranlah yang membentuknya..

Ketenangan terletak di antara kota satu dan yang lainnya,
maka para pertapa mencari pegunungan dan gua-gua…
Ketika kota telah melebar dan saling bersatu, maka konon tanda kiamat telah datang…
Bagaimana tidak… karena kesadaran sudah tertutup penuh oleh tabir pikiran…

Bahkan Quran mengungkap, bahwa orang soleh datang dari garis batas kota.
Dan garis batas itu adalah tabir, seperti pantai dan juga garis batas pikiran.
Dan Izrail adalah matador yang membawa kain penghalang…
Antara pikiran dan kenyataan…

Mintalah mati sebelum mati,
bunuhlah izrail sebelum dia membunuhmu… 

Mengembalikan materi pada pikiran dan mengmbalikan pikiran pada kesadaran
Seperti Muhamad pada Ahmad, dan Ahmad pada Ahad.
Hilangkan huruf m maka matter dibaca sebagai eter…
Mengembalikan buah pada pohonnya maka Adam dan Hawa kembali pada Biangnya…


*****