Pembuka Botol

Manusia adalah tubuh dan jiwa…

Maka dalam hal ini botol adalah tubuh, dan air adalah apa yang dikandung oleh tubuh tersebut…


Air sudah tertampung di dalam botol sebelum botol minuman dikemas dan didistribusikan.

Seperti itu pula Allah meniupkan ruh sebelum manusia dikeluarkan dari rahim ibunya.

Air sudah ada pada diri kita, tapi seperti layaknya minuman botol yang tak bisa dinikmati bila tutupnya belum dibuka, begitu pula manusia.

Tulisan ini bukan tulisan tentang cara membuka botol, namun lebih pada mencari pembuka botol itu sendiri.

Nyelip dimana? Tempat mana yang belum dicari?


Tulisan ini ditulis oleh seekor ayam yang (semoga) dari pantatnya keluar intan diantara kotorannya.

Sehingga sudah tidak penting lagi ayamnya, karena terlanjur silau oleh intannya. Karena intan tetaplah intan darimana pun datangnya.


Tulisan ini ditulis oleh ayam yang ingin belajar terbang…

Semenjak melihat rajawali jauh di atas kepalanya…


Tulisan ini diperuntukkan bagi sesama ayam yang ingin belajar terbang walaupun dikatakan tak mungkin.

Atau bagi rajawali yang terbang mengitar dengan segala pesonanya, tapi lupa caranya untuk mendarat.

Atau bagi burung phoenix yang berkenan membagi sedikit cahaya dari bulu apinya, pada seekor ayam yang pantatnya lecet karena intan.


Semoga Tulisan ini bisa bermanfaat…

atau setidaknya… semoga menyenangkan…

Tapi yang pasti…. semoga Allah berkenan…

Wasalam…

Ayam

Laman

Minggu, 17 Juli 2011

Islam dahulu, Kemudian Mualaf, Kemudian Muslim

Manusia tidak sempurna pada wujudnya, menjadi sempurna karena nafas-Nya. Seorang islam sejak kecilnya, namun muslim ketika kesempurnaan disadarinya, apapun agamanya. Seorang islam menjadi mualaf ketika kesadaran dicapainya, menjadi muslim apapun bahasanya.

Islam secara lahir dan muslim secara batin. Lahir kembali pada tanah sesuai kodratnya, dan batin kembali pada-Nya sesuai haq-Nya. Nafas kesempurnaan-Nya yang kembali pada sumbernya.

Nafas-Nya... Nur-Nya... Roh-Nya... dan Roh adalah urusan Allah. Yang mana Quran pun tak kuasa menjelaskannya... Agama sebagai perahu yang berlayar pada-Nya, yang dilubangi lambungnya ketika pelabuhan dicapainya, sehingga keterlekatan cukup hanya bagi-Nya.

Dan Khidir melanjutkan perjalanannya, setelah samuda makrifat dilaluinya. Hingga mata hatinya terbuka, dan mizan menjadi nyata. Bibit dajjal yang tersamar dalam tabir kebaikan dibunuhnya, dan kebaikan yang terpendam jauh di bawah tanah dikenalinya... dirawatnya... hingga saatnya tiba...

Saat itu... hari besar itu... Khidir menunggu dan Allah pun menunggu... Hingga harta karun itu terangkat ke permukaan, dari bawah rumah yang bekas reruntuhan... Karena Allah Maha Sabar bagi mereka yang kembali pada-Nya.

.....
 

Tapi... apa yang mau dilubangi bila perahunya pun belum dibangun. Bila pun sudah, namun belum disempurnakan, dan bila pun sudah... alangkah bodohnya melubangi perahu sebelum sampai di pelabuhan yang dituju...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar